TERNATE, KAIDAH MALUT – Puluhan warga RT 11 Kelurahan Maliaro melakukan musyawarah di Mushola Darul Muhsinin, Rabu, 26 Januari 2022.
Musyawarah dilakukan guna menindaklanjuti perintah Komisi I DPRD Kota Ternate, terkait SK pemberhentian dan pengangkatan Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) di Kelurahan Maliaro yang dikeluarkan oleh Plh Lurah Maliaro, Namra Hasan pada 10 Januari 2022 lalu.
Dalam SK dengan nomor 411/02/2022 tersebut menerangkan bahwa, memberhentikan dengan hormat Lutfi Launuru dari jabatannya sebagai ketua RT 11. Kemudian mengangkat Soleman Syafruddin dalam jabatan sebagai ketua RT 11.
Plh Lurah Maliaro, Namra Hasan saat diwawancarai mengatakan, hasil pertemuan antara pihak kelurahan, tokoh masyarakat, dengan anggota dewan beberapa waktu lalu, bahwa Komisi I memerintahkan kepada pihak kelurahan untuk melakukan musyawarah. Sebab, ada sebagian warga yang mengadu ke DPRD dengan alasan SK yang dikeluarkan oleh Lurah, inprosedural.
Saat musyawarah berlangsung, warga ditawarkan dua opsi, yakni pemilihan kembali atau menyetujui SK yang sudah dikeluarkan oleh Lurah. Dan saatb itu, masyarakat lebih banyak menyetujui SK yang dikeluarkan Lurah. Sehingga tidak lagi dilakukan pemilihan ulang.
“Dari 30 orang yang punya hak suara, 23 diataranya menyetujui SK yang dikeluarkan oleh Lurah, dan 7 orang tidak menyetujui. Jadi saya rasa sudah jelas bahwa masyarakat RT 11 menyetujui SK yang sudah dikeluarkan oleh Lurah,” terang Namra saat diwawancarai usia muayawarah.
Lanjut dia, alasan pemberhentian Lutfi Launuru, karena faktor usia dan tidak ada lagi kerja sama antara yang bersangkutan dengan Lurah.
“RT itu kan perpanjangan tangan dari Lurah ke masyarakat. Jadi kalau sudah tidak bisa bekerja sama lagi, maka Lurah menganggap bahwa RT sudah tidak layak, sehingga diangkat ketua RT yang baru,” terangnya.
Sementara Camat Ternate Tengah, Yusup Djamal mengatakan, musyawarah ini telah disepakati secara bersama oleh Lurah, perangkat Kelurahan, serta warga RT 12. Itu karena sebelumnya, pengangkatan Ketua RT sempat dipolemikkan. Bahkan ada sebagian warga yang mengadu ke DPRD.
“Warga mengadu ke DPRD karena menganggap SK yang dikeluarkan oleh Lurah itu inprosedural. Sehingga warga sempat menghadirkan DPRD sebagai wadah untuk pertemuan antara warga dengan pemerintah Kelurahan. Hasil dari pertemuan tersebut, disimpulkan untuk dilakukan musyawarah. Dan sekarang musyawarahnya sudah dilakukan,” katanya.
“Dengan demikian, sah secara aklamasi atau sah secara musyawarah bahwa warga yang hadir lebih banyak menyetujui bahwa SK yang telah dikeluarkan oleh Lurah itu sah secara mufakat,” terang Yusup.*