HALBAR, KAIDAH MALUT – Akademisi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU), Iskandar Yoisangadji, menilai pernyataan Kasat Reskrim Polres Halmahera Barat mengenai penahanan tersangka kasus dana hibah KNPI setempat, terindikasi ada tebang pilih.
“Ini bisa dilihat dalam konsep law enforcement, tidak boleh ada tebang pilih, semuanya harus diletakan secara equal, bukankah ini prinsip yang sangat mendasar, yang biasa kita sebut dengan asas equality before the law (persamaan di depan hukum). Jadi, semua orang dipandang sama di mata hukum,” jelas Iskandar Yoisangadji dalam rilis yang diterima malut.kaidah.id, Jumat, 24 Desember 2021.
Mengenai dugaan kasus tindak pidana korupsi dana hibah di KNPI Halbar tahun 2018, katanya, penyidik telah menetapkan dua orang tersangka, yakni Manase Mouw dan Harun Baharuddin. Satu orang tersangka ditahan dan satunya tidak ditahan.
“Kasat Reskrim Polres Halbar menyatakan yang ditahan karena tidak kooperatif , sedangkan yang tidak ditahan karena kooperatif,” kata Iskandar.
Dia menjelaskan, penyidik memang memiliki kewenangan untuk melakukan penahanan terhadap seorang tersangka dengan dua alasan.
Pertama; alasan subjektif, seseorang ditahan dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Itu diatur dalam Pasal 21 Ayat (1) KUHAP.
Kedua; alasan objektif, penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana, dan tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 21 Ayat (4) KUHAP.
“Pernyataan Kasat Reskrim Polres Halbar perihal Harun Baharuddin yang ditahan dengan alasan tidak koperatif, sedangkan MM tidak di tahan karena koperatif itu keliru, karena keduanya terkait dalam kasus yang sama,” ucapnya.
Apalagi kedua tersangka semuanya disangkakan dengan Pasal 2 Ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang ancamannya di atas 5 tahun penjara.
“Mestinya, kedua tersangka harus ditahan. Jangan tebang pilih,” tegasnya.
Apalagi, kata Iskandar, kasus keduanya bukan kejahatan biasa (ordinary crime), tetapi kasus tindak pidana korupsi itu merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime).
“Mengenai pernyataan salah seorang, yang menyatakan ada keterlibatan oknum-oknum seperti mantan Bendahara KNPI Halbar inisial MK, saya pikir penyidik Reskrim Polres Halmahera Barat juga harus menelusuri dan menggali jauh agar terang benderang. Apakah benar ada pelaku lainnya ataukah tidak berdasarkan pernyataannya. Semuannya harus diungkap, biar publik juga tahu,” tandasnya. *