HALTIM, KAIDAH MALUT – PT Position yang beroperasi di Halmahera Timur, Maluku Utara diduga melakukan praktik penambangan ilegal hingga penjualan bijih nikel yang mengakibatkan kerugian negara, mencapai Rp12 triliun.
Berdasarkan data dan dokumen yang dikantongi Penegak Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), termasuk Surat Tugas ST.136/GakkumHUT.II/GKM.01.03/TU/B/2025, menyebutkan bahwa perusahaan ini tak hanya menggali nikel di luar izin konsesi miliknya, tetapi juga beroperasi di lahan milik perusahaan lain tanpa persetujuan.
Hasil penelusuran Gakkum, PT Position yang dikelola oleh Steven Scoot Barki ini, telah membuka jalan 1,2 kilometer lahan di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Wana Kencana Mineral, membuka jalan sepanjang 6,5 kilometer di IUP milik PT Weda Bay Nikel, dan membuka jalan sepanjang 2,7 kilometer di IUP PT Pahala Milik Abadi. Lalu, setelah pembukaan jalan itu dilakukan, ke mana hasil materialnya?
Tak hanya jalan tambang, PT Position yang merupakan anak perusahaan dari Harum Energy milik Kiki Barki ini, juga membangun koridor selebar 30 hingga 50 meter di kawasan hutan produksi tanpa Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).
Dengan hasil dari Gakkum, PT Position berarti telah menyerobot hutan tanpa mengantongi izin PPKH dan jelas-jelas telah melanggar hukum kehutanan. Aktivitas pertambangan PT Position berlangsung masif dan terstruktur. Indikasinya, ini dilakukan bukan hanya untuk kepentingan PT Position semata.
Sumber internal dari media ini menyebutkan, bahwa ada dugaan kuat hasil ore nikel dijual ke pihak ketiga, salah satunya Thingsan Group. Sebuah entitas industri logam yang punya jejaring luas hingga ke luar negeri.
Pihak PT. Position sendiri belum memberikan tanggapan terbuka, namun temuan lapangan menunjukkan bahwa aktivitas penggalian dan pengangkutan terus berlangsung, meskipun belum ada izin resmi atas sebagian besar lahan yang mereka eksploitasi.
Kerugian yang dialami negara tidak sedikit. Taksiran kerugian ini dihitung dari bijih nikel yang ditambang dan dijual tanpa prosedur legal. Sebab, aktivitas PT Position bukan di atas lahan IUP sendiri, melainkan masuk kawasan hutan negara.
Ironinya, proses hukum terhadap perusahaan ini, pun masih belum jelas. Tidak ada penghentian operasi, atau pembekuan izin, atau pula pemanggilan terhadap petinggi perusahaan secara terbuka.
“Ini bukan sekadar tambang ilegal, ini adalah perampokan terhadap sumber daya negara yang dibungkus rapi oleh kelamban penegakan hukum,” ujar salah satu aktivis lingkungan di Ternate.
Jika semua temuan Gakkum valid, dan jika negara telah dirugikan, maka penundaan tindakan adalah pengkhianatan terhadap keadilan. Sementara tambang terus menggali isi bumi, hukum justru tampak sibuk mencari arah angin, lalu 11 masyarakat adat yang memperjuangkan tanah adat, malah dikriminalisasi. (*)

 
											 
																	
															 
															 
															 
															 
							 
							 
							 
							 
								 
								 
								 
								 
								
Tinggalkan Balasan